maleonews.com, Kab Gorontalo – Suasana rapat pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) yang digelar Selasa (17/6/2025), mendadak panas! Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Gorontalo, Jayusdi Rifai, meledak emosinya di hadapan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Penyebabnya: kebijakan retribusi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Talumelito yang dinilai tak masuk akal dan menyakiti rasa keadilan masyarakat Kabupaten Gorontalo.
Dalam forum resmi itu terkuak fakta mengejutkan: meski TPA berada di wilayah Kabupaten Gorontalo—tepatnya di Kecamatan Telaga Biru dan dikelilingi permukiman seperti Talumelito dan Ulapato yang tiap hari mencium bau menyengat—justru Pemerintah Kabupaten Gorontalo diwajibkan menyetor retribusi hingga Rp600 juta ke Pemerintah Provinsi Gorontalo. Jumlah itu bahkan naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya!
“Ini TPA ada di wilayah kita, yang bau busuknya kita yang tanggung, yang lingkungannya tercemar masyarakat kita, eh malah kita yang disuruh bayar. Ini kebijakan paling absurd yang pernah saya dengar!” tegas Jayusdi, dengan suara lantang mengguncang ruang rapat.
Jayusdi mengkritik keras mekanisme yang membebani kabupaten, sementara sampah yang dibuang ke TPA berasal dari berbagai daerah di Provinsi Gorontalo. Ia menyebut, seharusnya bukan Kabupaten Gorontalo yang bayar, melainkan Provinsi atau daerah asal sampah.
“Yang lucunya, kita ini jadi korban, jadi tempat buangan sampah dari kabupaten/kota lain, tapi malah kita yang kena retribusi. Harusnya kita yang dikompensasi, bukan malah dibebani anggaran!” serunya.
Ia bahkan mengusulkan penghentian setoran dana ke provinsi, dan menyarankan agar anggaran tersebut dialihkan langsung ke warga terdampak dalam bentuk kompensasi nyata.
“Dampaknya dirasakan langsung oleh warga Talumelito dan Ulapato. Kenapa tidak langsung saja bantu mereka? Jangan lagi bayar provinsi, provinsinya yang untung, kita yang rugi,” tambahnya geram.
Jayusdi juga menyinggung soal ketimpangan struktural dalam pengelolaan lingkungan, di mana daerah yang menjadi korban justru dimiskinkan oleh sistem.
“Lucu kan? Kita jadi tempat buangan, tapi bukan kita yang dibayar. Kita malah yang bayar! Ini harus dihentikan. Jangan lagi ada alokasi anggaran kalau belum ada kejelasan. Rakyat kita jangan dikorbankan dua kali!” tandas politisi PPP ini, penuh emosi.
Pernyataan Jayusdi langsung menjadi sorotan dan memantik reaksi berbagai pihak. Banyak pihak menilai ini sebagai bentuk perlawan DPRD terhadap ketidakadilan kebijakan lingkungan yang timpang antarwilayah.