11 Jun 2025 11:08 - 2 menit reading

Sidang Dugaan Korupsi Proyek Kanal Banjir Tanggidaa, Tiga Saksi Dihadirkan di Tipikor Gorontalo

Gorontalo – Selasa, 10 Juni 2025

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Hubungan Industrial (PHI) Gorontalo kembali menggelar sidang lanjutan dugaan korupsi proyek pembangunan Kanal Banjir Tanggidaa. Sidang yang digelar pada Selasa (10/6/2025) tersebut mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Tiga orang saksi dihadirkan dalam sidang kali ini, termasuk sejumlah pejabat dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Gorontalo. Salah satu saksi yang menjadi sorotan adalah Rahmatiya Ali, Kepala Bidang Sumber Daya Air (Kabid SDA) Dinas PUPR, yang saat ini menggantikan posisi terdakwa Romen S. Lantu.

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, Rahmatiya menyatakan bahwa dirinya bukanlah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut, sehingga merasa tidak memiliki tanggung jawab terhadap kelanjutan pelaksanaan proyek yang kini menjadi objek perkara.

“Saya hanya menggantikan posisi terdakwa Romen S. Lantu, tetapi bukan sebagai PPK. Oleh karena itu, saya tidak memiliki wewenang atau tanggung jawab dalam pengambilan keputusan proyek tersebut,” jelas Rahmatiya di hadapan sidang.

Pernyataan ini mendapat tanggapan kritis dari kuasa hukum terdakwa, Aroman Bobihoe. Menurutnya, kesaksian Rahmatiya mengandung kejanggalan dan perlu ditelusuri lebih dalam.

“Kami menilai ada kejanggalan dalam keterangan saksi. “Yang menarik menurut kami, dia menyatakan sebagai Kabid SDA tapi bukan PPK. Padahal dalam praktiknya, dia melakukan surat-menyurat, memanggil kontraktor, hingga melakukan monitoring dan evaluasi pekerjaan. Itu menunjukkan adanya tanggung jawab administratif dan teknis,” ujar Aroman di hadapan majelis hakim.

Menurut Aroman, dalam struktur birokrasi, seorang Kabid SDA seharusnya dapat merangkap sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) maupun PPK. Ia menilai pernyataan Rahmatia yang menolak bertanggung jawab karena tidak memiliki Surat Keputusan (SK) sebagai PPK justru memperkuat dugaan lemahnya manajemen proyek di internal dinas.

“Ini menyangkut nasib orang. Kalau memang merasa tidak punya kewenangan, kenapa tetap melanjutkan administrasi dan monitoring pekerjaan? Seharusnya ketika menjabat sebagai Kabid dan PPK, pekerjaan itu bisa dilanjutkan. Tapi karena tidak dilakukan, jadinya seperti sekarang,” tandasnya.

Sidang ini merupakan bagian dari rangkaian proses hukum yang menyoroti dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek strategis tersebut. Proyek Kanal Banjir Tanggidaa sebelumnya dikucurkan dana miliaran rupiah untuk pengendalian banjir di kawasan rawan terdampak.

Sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi-saksi lainnya. Pihak pengadilan menegaskan bahwa proses akan berlangsung transparan dan menjunjung asas keadilan.