oleh : Dr. H. YUSRAN LAPANANDA, SH.,MH.

PENDAHULUAN
Tahapan & jadwal Pilkada 2024 mulai berlaku dengan pendaftaran paslon kepala daerah & calon wakil kepala daerah (cakada & cawakada) dari tgl 27-29 Agustus 2024. Ini pertanda dimulainya perburuan kendaraan parpol sebagai pengusul cakada & cawakada. Para politisi termasuk birokrat turut berlari, berburu parpol agar bisa meraihnya. Para politisi sangat pantas ikut dalam perburuan, tapi birokrat seperti JPT (jabatan pimpinan tinggi) atau Pimpinan SKPD terhalang oleh berbagai beleid yang harus dilewati baik UU Pilkada & UU ASN hingga keputusan & kebijakan serta beleid operasional PNS dalam Pilkada.
Perburuan ini dimulai dari beberapa bulan lalu, oleh karena diluar dugaan beberapa parpol membuat & membuka “konvensi” untuk menjaring bakal cakada & cawakada. Bagi politisi konvensi adalah kewajaran, tapi bagi PNS konvensi adalah “jebakan”. PNS akan terjebak pada berbagai larangan politik praktis & nertralitas ASN. PNS akan dihadang & berhadapan dengan UU 10/2026 ttg Pilkada, UU 20/2023 ttg ASN, PP 94/2021 ttg Disiplin PNS jo. Peraturan BKN 6/2022 ttg Juklak PP 94/2021, PP 42/2004 ttg Pembinaan Jiwa Korps & Kode Etik PNS, Perbawaslu 6/2018 ttg Pengawasan Netralitas ASN, Anggota TNI & POLRI, & Keputusan Bersama Menpanrb, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN & Ketua Bawaslu ttg Pedoman Pembinaan & Pengawasan Netralitas ASN dalam Pilkada.
Dalam makna UU Pilkada & UU ASN, PNS yang ikut bertarung dalam Pilkada dijamin oleh UU Pilkada & UU ASN. Namun demikian, jaminan yang diberikan oleh UU Pilkada & UU ASN hanya sebatas jaminan dalam status PNS, tapi tidak menjamin PNS dalam jabatan administrasi (pengawas & administrator) & JPT (pimpinan SKPD).Diawal konvensi yang diselenggarakan oleh parpol-parpol, banyak ajakan & dorongan dari berbagai pihak kepada saya untuk ikut konvensi, hingga niat untuk ikut konvensi menguat dalam rasa & karsa. Namun demikian, semuanya kembali pada beleid, tak boleh ASN hanya karena dorongan & ajakan hingga nafsu belaka, “main-main”, ikut-ikutan dalam konvensi parpol. Jaminan UU Pilkada & UU ASN, PNS ikut pilkada sebagai paslon nanti saat mendaftar tgl 27-29 Agustus 2024. Niat, rasa & karsa pun diurungkan ikut konvensi, sambil menunggu kepastian pendaftaran paslon tgl 27-29 Agustus 2024.
PNS ikut konvensi akan melanggar berbagai beleid baik UU ASN, PP 94/2021 jo. Peraturan BKN 6/2022 ttg Juklak PP 94/2021, PP 42/2004, & terutama Keputusan Bersama Menpanrb, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN & Ketua Bawaslu, khususnya PNS harus bebas dari pengaruh & intervensi golongan & parpol, konflik kepentingan, kepentingan pribadi & kelompok. Terlebih PNS ikut konvensi telah melanggar “melakukan pendekatan kepada parpol sebagai balon kada/wakada atau kepada masyarakat bagi calon perseorangan”.
JAMINAN & PERLINDUNGAN PNS DALAM PILKADA
Jika PNS berpolitik dalam Pilkada 2024, UU Pilkada & UU ASN telah menjamin status PNS berpolitik praktis & dalam netralitas PNS. PNS dalam jabatan dijamin untuk ikut Pilkada sesuai Pasal 56 UU ASN, “JPT madya & pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur & wagub, bupati/walikota, & wabup/wawali wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon”. Sedangkan PNS tidak dalam jabatan dijamin ikut Pilkada sesuai Pasal 59 ayat 3 UU ASN, “Pegawai ASN yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden & Wapres, anggota DPR, anggota DPD, gubernur & wagub, bupati/walikota & wabup/wawali wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai Pegawai ASN sejak ditetapkan sebagai calon”.
Penegasan ini diatur lagi dalam Pasal 254 ayat 1 PP 11/2017 ttg Manajemen PNS, “PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai Capres & wapres, Ketua, Wakil Ketua, & Anggota DPR, Ketua, Wakil Ketua, & Anggota DPD, Gubernur & Wagub, atau Bupati/Walikota & Wabup/Wawali oleh lembaga yang bertugas melaksanakan Pemilu”. Sayangnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 254 ayat 2, “Pernyataan pengunduran diri tidak dapat ditarik kembali”.
Selain itu, UU Pilkada telah menjamin PNS dari politik praktis & netralitas PNS, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat 2 huruf t jo. Pasal 4 ayat 1 huruf u PKPU 9/2020, “menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota TNI, POLRI, & PNS serta Kades atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai paslon peserta Pemilihan”. Memang PNS diberhentikan nanti saat penetapan paslon tgl 22 September 2024, namun surat pernyataan pengunduran diri sudah menjadi bagian dari pemenuhan syarat pendaftaran cakada & cawakada pada tgl 27-29 Agustus 2024 untuk diverifikasi oleh KPU. Hal ini diatur dalam lampiran PKPU 9/2020 formulir model BB.-KWK, surat pernyataan balon kada & wakada, yakni “bersedia mengundurkan diri sebagai PNS sejak ditetapkan sebagai paslon”. Nah kaitannnya dengan ketentuan Pasal 254 ayat 2 PP 11/2017, pernyataan pengunduran diri tidak dapat ditarik kembali bermkana berlaku sejak surat pernyataan yang menjadi pemenuhan syarat pendaftaran tgl 27-29 Agustus 2024, & nanti berhenti dari PNS sejak ditetapkan sebagai paslon pada tgl 22 September 2024.LARANGAN PNS BERPOLITIK
Memang jika PNS berpolitik pada Pilkada 2024, UU Pilkada & UU ASN telah menjamin dari larangan berpolitik praktis & dalam netralitas PNS, namun dalam jabatan, UU Pilkada & UU ASN tak menjaminnya. Waktu jaminan PNS berpolitik hanya dalam jangka waktu saat mendaftar sebagai paslon hingga penetapan paslon. Sedangkan, jika PNS mendaftar dalam konvensi parpol tak dijamin oleh UU ASN & UU Pilkada, malahan telah melanggar beberapa beleid berkenaan dengan kedudukannya sebagai PNS maupun PNS dalam jabatan, seperti PP 94/2021 jo. Peraturan BKN 6/2022, PP 42/2004, serta Keputusan Bersama Menpanrb, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN & Ketua Bawaslu.
Pada Keputusan Bersama Menteri & Ketua Lembaga, sudah diatur berbagai pelanggaran kode etik yang diatur dalam PP 42/2004 & pelanggaran disiplin PNS yang ikut mendaftar pada konvensi parpol yang diatur dalam PP 94/2021 jo. Peraturan BKN 6/2022, serta induk beleid UU ASN Pasal 9 ayat 2, “Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh & intervensi golongan & parpol”.
Yang dihindari dari pelanggaran kode etika bagi PNS adalah bebas dari pengaruh & intervensi golongan & parpol, konflik kepentingan, kepentingan pribadi maupun kelompok. Sedangkan dari pelanggaran disiplin bagi PNS lebih pada, harus bebas dari pengaruh & intervensi golongan & parpol. Secara nyata pelanggaran PNS ikut konvensi parpol melanggar UU ASN harus bebas dari pengaruh & intervensi golongan & parpol, “melakukan pendekatan kepada parpol sebagai balon kada/wakada atau kepada masyarakat bagi calon perseorangan.
Selain itu, dalam penyelenggaran tugas-tugas sehari-hari serta dalam melaksanakan kewenangan & kewajiban PNS dalam JPT (pimpinan SKPD) jika PNS ikut konvensi parpol yang tak dijamin UU Pilkada & UU ASN akan terjadi konflik kepentingan pribadi & kelompok hingga akan mengganggu pelaksanaan tugas sehari-hari. Suatu keniscayaan PNS dalam jabatan tak akan menggunakan jabatannnya dalam mendekati parpol. Berbagai fasiltas akan terberdayakan & tak lagi pada focus pada tugas-tugas sehari-hari. Suatu keniscayaan PNS mendekati parpol tak menggunakan waktu kerja, fasilitas kantor hingga anggaran kantor dari APBD.
Untuk menghindari terjadinya pelanggaran PNS berpolitik praktis, semestinya PNS yang menduduki jabatan seperti JPT (pimpinan SKPD) harus mengundurkan diri dari jabatannya sesaat sebelum mengikuti & mendaftar pada konvensi parpol atau mengambil cuti diluar tanggungan Negara.POTENSI PELANGGARAN, SENGKETA ADMINISTRASI & TUN, SERTA SENGKETA HASIL PILKADA
PNS yang ikut mendaftar pada konvensi parpol terekam dalam jejak digital termasuk komentar-komentar pada pemberitaan medsos, dipastikan tersimpan oleh “lawan-lawan” paslon lainnya maupun publik. Pelanggaran ASN ikut dalam konvensi parpol, apakah menjadi materi pelanggaran, sengketa administrasi & TUN hingga sengketa hasil pilkada?.
Untuk menghindari keikutsertaan PNS dalam konvensi parpol semestinya PNS yang menduduki JPT (pimpinan SKPD) sudah harus mengundurkan diri dari jabatan sesaat sebelum mendaftarkan diri pada konvensi parpol. Apakah PPK menindaklanjutinya dengan memberhentikannya dari jabatan atau belum itu menjadi tanggungjawab PPK. Sehingga PNS yang ikut konvensi parpol tidak menjadi bagian dari pelanggaran, sengketa administrasi & TUN hingga sengketa hasil pilkada.Seandainya seorang PNS dipastikan lolos verifikasi syarat pencalonan & ditetapkan sebagai paslon hingga penetapan hasil perhitungan suara, dipastikan PNS dihadang dengan berbagai masalah & persoalan sekitar pilkada karena saat ikut konvensi parpol masih menduduki jabatan & tidak dalam status cuti diluar tangungan Negara. Apakah pelenggaran beleid ASN ikut menghadang?, seperti pelanggaran adminsitrasi, sengketa pemilihan, tindak pidana pemilihan, sengketa TUN & sengketa hasil Pilkada.
PENUTUP
Dalam UU Pilkada & UU ASN hingga keputusan & kebijakan serta beleid operasional PNS dalam Pilkada, PNS yang mendaftar sebagai paslon tgl 27-29 Agustus 2023 dijamin untuk tidak diberhentikan dari PNS hingga penetapan paslon 22 September 2024, namun tak dijamin diberhentikan dari jabatan, misalnya sebagai JPT (pimpinan SKPD).
Dipastikan PNS yang ikut konvensi parpol-parpol jauh sebelum pendaftaran paslon tgl 27-29 Agustus 2024 telah melanggar UU ASN, “PNS harus bebas dari pengaruh & intervensi golongan & parpol”, karena telah “melakukan pendekatan kepada parpol sebagai balon kada/wakada atau kepada masyarakat bagi calon perseorangan”. buat menjadi berita menarik
sumber : Harian Gorontalo Post