maleonews.com _ Kab. Gorontalo – Tulisan ini dibuat oleh Prof. Fory Armin Naway – Ketua PGRI dan Ketua ICMI Kab. Gorontalo
Siapapun pasti sepakat, bahwa di era modern saat ini, sudah bukan zamannya lagi mempraktekkan politik primitif yang identik dengan perebutan pengaruh dan kekuasaan dengan cara-cara adu domba, kekerasan fisik non fisik maupun propaganda provokatif dan agitatif.
Di era media sosial (medsos) saat ini, sejatinya setiap elit politik dan seluruh elemen masyarakat meneguhkan komitmen persaingan dan kompetisi yang sehat dengan membangun “Monas” atau Monumen Akal Sehat.
Diantaranya, memberdayakan sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan media sosial dengan berbagai ide, gagasan dan pemikiran-pemikiran yang konstruktif untuk masa depan Gorontalo yang lebih baik.
Selanjutnya, senantiasa mencetuskan politik inspiratif yang menjadi sumber referensi bagi terwujudnya politik yang harmoni, mengedukasi dan mencerahkan masyarakat.
Dengan begitu pesta demokrasi yang sesungguhnya benar-benar terwujud. Yakni sebagaimana namanya sebuah pesta yang selalu identik dengan suasana yang gembira, ceria dan happy.
Sudah bukan zamannya lagi kompetisi dan persaingan politik diwarnai dengan pergerakan politik negatif yang selalu dibalut dan dihiasi dengan berbagai manuver politik dengan jalan mencari-cari kesalahan, kelemahan dan kekurangan lawan politiknya.
Jalan politik yang elegan adalah, sibuk menggali,mendalami, mencerna dan mencari segala bentuk potensi diri, berupa ide dan gagasan untuk kemaslahatan Gorontalo, bukan sibuk mencari kesalahan lawan-lawan politik.
Dalam konteks yang lebih bermakna lagi, bahwa generasi politik hari ini, sudah saatnya menanam pohon kebaikan dan keteladanan untuk dipetik oleh generasi politik di masa mendatang.
Dengan demikian, fenomena politik saling menjatuhkan dan saling menjelekkan atau “Hehendte’a dalam Bahasa Gorontalo, dapat ditempatkan sebagai bagian dari politik masa lalu yang hanya akan merugikan Gorontalo serta mengacaukan konsentrasi masyarakat dalam melahirkan pemimpin yang berkualitas.
Aplikasi konkritnya di tengah masyarakat, adalah, tidak akan ada lagi ruang dan fenomena politik untuk menyebar fitnah dan mencemarkan lawan politik secara massif, tidak ada lagi gerakan-gerakan yang merusak dan menurunkan baliho lawan politik di jalan-jalan, tidak akan ada lagi suruhan-suruhan yang mencoret-coret baliho lawan politik dengan kata-kata tidak pantas dan tidak ada lagi fenomena “buzzer” yang melakukan politik agitatif dan propaganda yang menjatuhkan lawan politik di media sosial dan media lainnya.
Kesadaran, bahwa Gorontalo ke depan membutuhkan ruang ekspektasi positif untuk merangsang daya berpikir yang konstruktif bagi perubahan Gorontalo yang lebih baik menjadi sangat penting dimiliki oleh politisi manapun.
Kedewasaan politik yang sehat menjadi sangat mendesak untuk melahirkan iklim positif bagi tercetusnya kerangka berpikir yang progresif untuk masa depan Gorontalo.
Yang harus menjadi catatan penting bagi siapapun orang Gorontalo adalah, daerah ini masih menghadapi tantangan yang berat. Diantaranya Indeks Pembangunan (IPM) Gorontalo masih masuk 10 besar yang terendah di Indonesia, indeks kemiskinan yang masih masuk 10 besar terendah di Indonesia, daya saing dan indeks produktivitas masyarakat Gorontalo yang juga masih rendah, jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
Di sisi yang lain, sebagaj bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Gorontalo menghadapi era Indonesia Emas dengan ” Bonus Demografinya” yang membutuhkan lompatan kemajuan di bidang pendidikan dan daya saing SDM yang unggul.
Yang harus disiasati bersama, adalah bagaimana Gorontalo ke depan mampu mencapai ” bonus demografi” yang menjadi instrumen penting dalam mewujudkan Gorontalo yang progresif, bukan sebaliknya menjadi “malapetaka demografis yang dapat meluluhlantakkan tatanan dan cita-cita masa depan Gorontalo yang lebih baik.
Bagi masyarakat Gorontalo, instrumen untuk melahirkan iklim politik yang sehat sudah terpatron atau “madili-dilito” melalui warisan nilai-nilai leluhur Gorontalo yang sebenarnya tinggal “mopo’ayito” atau dipraktekkan dalam ranah politik di tengah masyarakat.
Dalam ranah masyarakaf Gorontalo dikenal istilah “Moheyinga” atau saling menghimpun kekuatan untuk kemajuan bersama bukan “mohihita” dan “motutuhiya”yang identik dengan persaingan yang tidak sehat dengan saling menjatuhkan.
Leluhur Gorontalo juga sudah mewariskan semangat “buhuta waw walama” bukan “bubuluhuta waw hahamawa” untuk bersatu dalam semangat “momongu” dan “mopolayi’o lo lipu” atau membangun untuk mewujudkan Gorontalo yang maju serta unggul.
Instrumen terpenting lagi dalam kerangka mewujudkan politik akal sehat, adalah kesadaran yang hakiki, bahwa jabatan dan kekuasaan dalam politik bukanlah sebuah keabadian, melainkan sesuatu yang bersifat sementara.
Dari kesadaran hakiki itulah, maka motif dan dorongan untuk meraih kekuasaan dalam panggung politik dapat ditempuh serta diraih dengan cara-cara yang baik dan “halal”.
Politik dapat dimaknai sebagai siasat dan jalan meraih keberkahan dan Ridha Allah SWT guna menggapai kebahagiaan di yaumil akhir yang kekal.
Landasan berpikir tersebut, sejatinya menjadi orientasi dan fondasi kehidupan yang paling kokoh bagi bagi seorang hamba di alam dunia yang sementara ini.
Segala bentuk kebathilan, siasat yang buruk, politik fitnah, agitasi dan provokasi untuk meraih jabatan dan kekuasaan, sehebat apapun disiasati agar “tidak terlihat” oleh manusia lain merupakan sebuah kesia-siaan, karena sesungguhnya Allah SWT Maha Melihat dan Maha Mengetahui.
Dalam aspek ini, setiap orang Gorontalo sangat penting untuk mengedepankan pemikiran yang elegan dan bertanggung jawab untuk menjaga keluhuran nama baik Gorontalo sebagai ” Daerah adat” yang berjuluk Serambi Madinah” sehingga “dja o’dulopa” oleh masyarakat di daerah lain sebagai daerah yang “bar-bar” menghalalkan segala cara untuk meraih jabatan dan kekuasaan. Semoga.(*).