Yanto Manan : Masalahnya Bukan LP2B, Tapi Proses yang Membuat Saya Merasa Ditipu

oleh -100 Dilihat
oleh

maleonews.com, Limboto — Hariyanto Manan, warga Kabupaten Gorontalo yang videonya viral saat memprotes pelayanan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Gorontalo, akhirnya memberikan klarifikasi. Ia mengaku aksi marah-marah tersebut dipicu oleh proses pengurusan sertifikat tanah yang menurutnya berjalan tidak transparan dan merugikan.

Dalam wawancara, Hariyanto menjelaskan bahwa dirinya memang merupakan sosok dalam video viral tersebut. Ia tengah mengurus pendaftaran tanah yang sudah dibelinya dan berdiri bangunan di atas lahan tersebut.

“Pertama saya mengakui bahwa yang viral di video marah-marah di BPN itu saya sendiri,” ujarnya.

Hariyanto menyebut, permohonan sertifikat tanah itu diajukan pada 8 Juli 2025. Setelah beberapa kelengkapan dokumen dilengkapi, BPN turun melakukan pengukuran pertama pada 18 Juli.

“Waktu itu petugas sudah foto rumah, tanah, dan patok-patok batas,” katanya.

Pada 19 Juli, petugas kembali turun meminta penunjukan batas tanah. Saat itu, ia mengaku dimintai biaya Rp600.000 untuk dua petugas tanpa bukti permintaan resmi. Hariyanto tetap menyanggupi karena menganggapnya sebagai bagian dari proses administrasi.

Melalui aplikasi Sentuh Tanahku milik kementerian ATR/BPN, ia melihat permohonan terpantau berproses dari 15 Juli hingga 17 Agustus, termasuk terdapatnya kode e-billing pembayaran.

Namun pada 12 Agustus, tanpa sepengetahuannya, BPN telah menerbitkan dokumen Peta Analisis Penatagunaan Tanah yang menyatakan bahwa lahan tersebut tidak dapat diterbitkan sertifikat karena berada pada lahan pertanian basah serta termasuk area Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

“Yang membuat saya kecewa, hasil analisis tanggal 12 Agustus itu tidak diberitahukan apa-apa. Justru saya di hari dan tanggal yang sama diminta untuk melakukan pembayaran lagi, termasuk PPh final Rp1.250.000,” tegasnya.

Meski hasil analisis menyatakan tidak dapat diterbitkan sertifikat, proses administrasi kepada dirinya tetap berjalan. Hariyanto mengungkap bahwa:

29 Agustus ia diminta membuat surat pernyataan tambahan,
1 September diminta mengurus surat kematian orang tua pemilik sebelumnya,
2 September diminta surat penolakan ahli waris,
3 September diminta membayar biaya SK Pemberian Hak Milik sebesar Rp365.640.

Pada tanggal 3 September pula, ia mendapat informasi dari kuasanya bahwa sertifikat tidak dapat diterbitkan karena lahan masuk LP2B.

Tidak terima dengan informasi yang simpang siur, Hariyanto mendatangi Kantor BPN untuk bertemu Kepala Kantor. Menurutnya, kepala kantor menyampaikan bahwa karena lahan tersebut bukan kawasan hutan, sertifikat masih dapat diterbitkan. Ia diminta berkoordinasi dengan seorang pejabat bernama Malo.

Petugas kemudian turun lagi ke lokasi, dan ia kembali dimintai biaya Rp600.000 untuk dua petugas.

Namun setelah menunggu, jawaban yang diterimanya berubah-ubah, mulai dari “masih berproses”, “tinggal menunggu tanda tangan”, hingga “petugas yang menangani sudah pindah”.

Hariyanto menegaskan bahwa persoalan utamanya bukan soal sertifikat bisa diterbitkan atau tidak, melainkan proses yang menurutnya menyesatkan dan merugikan.

“Permasalahannya, ada hasil tanggal 12 Agustus yang menyatakan lahan saya masuk LP2B, tapi itu tidak pernah diberitahukan. Malah saya diminta bayar sana-sini, urus ini-itu, dan baru diberitahu pada 30 Oktober melalui catatan pada kertas warna kuning ukuran kecil”., jelasnya.

Untuk itu di tanggal yang sama (30/10), dia mendatangi BPN untuk memastikan apakah benar tanahnya tidak dapat diterbitkan sertipikat. Dia meminta kalaupun tidak dapat diterbitkan sertipikat, agar segera disampaikan berita acara hasil penelitian BPN, lalu Pihak BPN menyampaikan masih dalam proses penandatanganan dan dijanjikan pada hari berikutnya.

Pada tanggal 3 Nopember yanto melalui kuasa pemohon menjemput berkas dan berita acara hasil penelitan pihak BPN, dan anehnya berita acara tersebut tertanggal 24 Sepetember. “Hal tersebut tentu sangat mengecewakan saya”, ujar yanto

Ia menegaskan bahwa dirinya menghormati aturan mengenai LP2B, dan tidak memaksakan jika sertipikat tersebut tidak dapat diterbitkan. namun dia menolak cara pelayanan yang dialaminya.

“Saya hormati aturan, tapi prosesnya yang saya rasa sangat merugikan. Saya seperti ditipu seharusnya ketika tanggal 12 agustus dan 24 september sudah ada hasil yang menyatakan tidak sesuai ataupun tidak dapat diterbitkan sertipikat, harusnya segera disampaikan kepada pemohon, ini nanti resmi tanggal 3 nopember”, pungkasnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.